Bengkulu Utara – Konflik agraria antara warga penyangga dengan tiga perusahaan perkebunan sawit di wilayah Kecamatan Batik Nau dan Air Padang, Kabupaten Bengkulu Utara, kini memasuki babak baru.
Setelah aksi pendudukan lahan oleh ratusan warga yang tergabung dalam Perkumpulan Petani Sawit Sejahtera (PPSS) dan pernyataan resmi Pemkab yang mendorong penyelesaian melalui Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA), kini persoalan merambah ke aspek izin lingkungan perusahaan.
Aksi warga sebelumnya dilakukan dengan mendirikan tenda dan menanam padi di atas lahan irigasi yang diklaim sebagai milik mereka.
Warga menegaskan, lahan tersebut telah bersertifikat namun selama ini dikuasai oleh perusahaan.
Tiga perusahaan yang disebut dalam konflik tersebut ialah PT Agro Perak Sejahtera, PT Diamon Prima Cemerlang, dan PT Grand Jaya Niaga.
Terbaru, hasil penelusuran Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bengkulu Utara menemukan bahwa hanya PT Agro Perak Sejahtera yang memiliki dokumen izin lingkungan (UKL–UPL).

Dokumen tersebut diterbitkan sejak tahun 2004 dan kini telah direkomendasikan untuk dilakukan pembaruan.
Sementara dua perusahaan lainnya, PT Diamond Prima Cemerlang dan PT Grand Jaya Niaga, tidak ditemukan memiliki dokumen izin lingkungan di instansi teknis.
“Hasil pengecekan kami, hanya PT Agro Perak Sejahtera yang memiliki UKL–UPL sejak tahun 2004. Dua perusahaan lainnya belum ditemukan dokumen izin lingkungannya,” ungkap Kepala DLH Bengkulu Utara, Parpen Siregar, Kamis (13/11).
DLH berencana akan turun langsung ke lapangan dalam waktu dekat untuk memastikan kondisi di perusahaan-perusahaan tersebut.

















