<strong>Bengkulu Utara</strong> – Penyaluran Dana Desa (DD) kembali menjadi sorotan nasional. Di Bengkulu Utara, sebanyak 102 desa dipastikan tidak dapat mencairkan Dana Desa Non Earmark Tahap II tahun anggaran 2025. Jumlah anggaran yang tidak bisa dicairkan mencapai Rp14 miliar. Kondisi ini merupakan dampak dari diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025. Peraturan Menteri Keuangan ini mengatur ulang skema pengalokasian, penggunaan, dan penyaluran Dana Desa, termasuk penghentian penyaluran komponen non earmark sejak 17 September 2025. Penghentian dana non earmark bukan hanya terjadi di Bengkulu Utara, tetapi juga dialami oleh ribuan desa di berbagai provinsi. Kebijakan ini membuat desa perlu melakukan penyesuaian mendadak terhadap perencanaan APBDes, karena mayoritas desa sudah terlanjur mengalokasikan dana non earmark untuk program yang segera dijalankan pada akhir tahun. Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Bengkulu Utara, Rahmat Hidayat, membenarkan bahwa penghentian penyaluran ini bersifat nasional dan wajib dipatuhi seluruh pemerintah desa. <blockquote>“Dana desa non earmark sudah tidak lagi disalurkan sejak 17 September. Ini bagian dari perubahan regulasi yang berlaku secara nasional. Pemerintah desa harus segera menyesuaikan rencana anggaran yang ada agar program pembangunan tetap berjalan,” ujar Rahmat.</blockquote> Ia menjelaskan bahwa desa yang belum melengkapi seluruh syarat penyaluran DD Tahap II sampai batas waktu yang ditentukan otomatis kehilangan hak pencairan komponen non earmark, termasuk di Bengkulu Utara.<!--nextpage--> Dana desa non earmark adalah komponen dana desa yang penggunaannya lebih fleksibel. Desa dapat menggunakannya untuk program di luar prioritas pusat, selama sesuai kebutuhan dan potensi lokal. Sebaliknya, dana desa earmark adalah dana yang pemanfaatannya telah dibatasi, seperti ketahanan pangan, penanganan kemiskinan ekstrem. Dengan penghentian komponen non earmark, desa kini harus bergantung pada dana earmark yang ruang penggunaannya lebih ketat. Berdasarkan regulasi, dana non earmark yang tidak tersalurkan akan dialihkan untuk mendukung program prioritas nasional dan pengendalian fiskal. Pemerintah pusat menilai langkah ini diperlukan untuk stabilitas belanja negara dan konsistensi kebijakan fiskal tahun berjalan. Rahmat berharap pemerintah desa di Bengkulu Utara dapat segera melakukan revisi perencanaan. <blockquote>“Yang terpenting adalah bagaimana desa tetap bisa menjalankan program prioritas mereka, meski dengan anggaran yang disesuaikan,” ujarnya.</blockquote> Ia menegaskan bahwa koordinasi dengan pemerintah kabupaten tetap dibuka, terutama untuk desa yang membutuhkan pendampingan dalam proses penyesuaian anggaran.<!--nextpage--> <strong>(Novan Alqadri)</strong>