Pertama, penegakan hukum yang selektif dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik.
Bila hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, maka nilai moral yang ingin ditegakkan akan kehilangan maknanya.
Kedua, budaya hukum di kalangan pelaku usaha perlu dibangun melalui edukasi dan keteladanan, bukan sekadar ancaman pidana.
Ketiga, perlu sinkronisasi antara KUHP dan undang-undang sektoral seperti UU Perseroan Terbatas, UU Persaingan Usaha, dan UU Perlindungan Konsumen agar tidak terjadi tumpang tindih.
Penutup
KUHP baru memberi arah baru bagi hubungan antara hukum dan bisnis: dari sekadar penegakan aturan menuju peneguhan nilai moral dalam kehidupan ekonomi.
Ia menegaskan bahwa hukum bukanlah musuh dunia usaha, tetapi mitra etis untuk membangun peradaban ekonomi yang jujur, adil, dan berkelanjutan.
Dengan demikian, moralitas bisnis bukan lagi sekadar pilihan etis, tetapi menjadi kewajiban hukum.
Dan pada akhirnya, bangsa yang menegakkan moral dalam hukumnya adalah bangsa yang sedang menegakkan masa depannya sendiri.

















