Hari berlangsungnya pernikahan Buyung dan Upik Leha pun tiba. Pesta pasangan ini digelar sangat meriah dengan penuh suka cita yang dihadiri oleh orang-orang dari berbagai desa.
Kedua mempelai bahkan sampai di arak keliling kampung dan menjadi tontonan warga.
Melihat itu semua, Esi sangat terluka dan menjadi putus asa. Dia menangis sejadi-jadinya.
Jeritan tangisnya terdengar layaknya lolongan anjing hutan di tengah malam, yang membuat semua orang yang mendengarnya merasa iba dan kasihan.
Rasa sakit hati yang dirasakan oleh Esi berubah menjadi perasaan dendam yang membara terhadap Buyung, yang melihatnya tertawa dan merasa bahagia di atas penderitaannya.
Esi terus menangis hingga air yang keluar dari matanya semakin besar layaknya air bah.
Air mata Esi yang sudah menjadi air bah, menerjang seisi kampung. Tak satu pun orang ataupun rumah yang selamat dari air bah tersebut. Termasuk arak-arakan yang sedang berlangsung.
Kedatangan air bah yang secara tiba-tiba membuat para penduduk kampung berlarian untuk menyelamatkan diri. Sayangnya, air bah itu telah menenggelamkan rumah dan warga di sana pada saat itu.