<strong>Nasional</strong> - Uang pensiun adalah dana atau pendapatan tetap yang akan diterima oleh seseorang setelah mencapai usia pensiun. Dan ini merupakan sebuah bentuk penghargaan atas jasa dan pengabdiannya selama masa kerja, dan untuk menjamin kebutuhan hidup di masa tua. Uang pensiun umumnya akan diterima oleh berbagai kategori pekerja, seperti halnya para Aparatur Sipil Negara (ASN). Namun, baru-baru ini ramai jika ada pelaku wajib pajak yang menuntut agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dihapuskan jatah pensiunnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan Administrasi Pimpinan dan Anggota Lembaga Tinggi Negara. Permintaan ini disampaikan oleh psikiater Lita Linggayani dan mahasiswa Syamsul Jahidin kepada Mahkamah Konstitusi (MK) dengan nomor perkara 176/PUU-XXIII/2025, pada 30 September 2025. Melansir dari laman MK, dalam berkas perkara tersebut, Lita keberatan terhadap pajak yang dibayarkannya untuk dipergunakan oleh pensiun anggota DPR yang hanya bekerja selama lima tahun.<!--nextpage--> “Bahwa di samping kedudukannya sebagai warga negara, Pemohon I yang juga berprofesi sebagai akademisi/praktisi/pengamat kebijakan publik dan juga pembayar pajak tidak rela pajaknya digunakan untuk membayar anggota DPR-RI yang hanya menempati jabatan 5 tahun mendapatkan tunjangan pensiun seumur hidup dan dapat diwariskan,” tulis pemohon. Pemohon meminta agar DPR dicoret dari kategori lembaga tinggi negara yang berhak atas pensiun. Misalnya, Pasal 1 huruf A UU 12/1980 hanya menyebut lembaga tinggi negara terdiri dari Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Mahkamah Agung (MA). Selain itu, Pasal 1 huruf F menjelaskan anggota lembaga tinggi negara hanya meliputi anggota DPA, BPK, dan hakim MA. Kemudian, pemohon juga meminta Pasal 12 ayat (1) tidak lagi memasukkan anggota DPR dalam kategori penerima pensiun lembaga tinggi negara. Pemohon membandingkan dengan aturan di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Australia. Misalnya di Amerika Serikat, anggota Kongres baru bisa mengklaim pensiun pada usia minimal 62 tahun dengan besaran yang dihitung dari rata-rata gaji selama masa jabatan.<!--nextpage--> Sementara untuk di Inggris dan Australia, sistem pensiun anggota parlemen menyerupai tabungan pensiun pekerja biasa. <strong>Pensiun Anggota DPR</strong> Seperti dikatakan sebelumnya, jika hak pensiun anggota DPR telah diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 1980 Pasal 12 ayat (1) dan Pasal 13 ayat (1). Dalam aturan itu, disebutkan jika pimpinan dan anggota lembaga tinggi negara yang berhenti dengan hormat berhak memperoleh pensiun berdasarkan lama masa jabatan. Sementara untuk besaran uang pensiun telah diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2000. Bagi anggota DPR yang menjabat dua periode berhak atas pensiun paling tinggi Rp 3,6 juta per bulan. Namun, bagi yang menjabat hanya dalam satu periode, nominalnya maksimal Rp 2,9 juta. Sementara yang hanya menjabat 1-6 bulan, pensiunnya sekitar Rp 401.000 per bulan. Adapun, tak hanya di Indonesia, peraturan serupa juga terjadi di negara India yang memiliki sistem yang lebih mirip dengan Indonesia, yakni pensiun tetap seumur hidup meski hanya menjabat satu periode. Namun, hal itu juga menuai kritik dari masyarakatnya.<!--nextpage--> <strong>Putri Nurhidayati</strong>