Hearing ini sekaligus menindaklanjuti pasca inspeksi yang dilakukan oleh Komisi III DPRD Bengkulu Utara ke PT BBS, pada Selasa 8 Juli lalu.
Ketua Komisi III DPRD Bengkulu Utara, Edi Putra, mengungkapkan sejumlah temuan dalam rapat tersebut.
“Dari hasil pembahasan, ditemukan fakta bahwa AMDAL perusahaan bermasalah. Pihak perusahaan juga tidak bisa menunjukkan dokumen AMDAL yang kita minta,” kata Edi.
Edi menjelaskan, persoalan pertama terletak pada proses pengurusan AMDAL yang diduga tidak sesuai prosedur. Menurutnya, perusahaan tidak melibatkan masyarakat desa penyangga, padahal hal itu merupakan kewajiban dalam penetapan kelayakan lingkungan hidup.
“AMDAL itu kan berproses dari bawah, dari desa. Setelah kita gali dari para kepala desa, itu tidak dilakukan, tidak dilibatkan. Semua pernyataan dari kepala desa, itu menurut saya sangat krusial,” kata Edi.
Selain itu, pada hasil uji laboratorium terhadap salah satu kolam limbah, menunjukkan kadar limbah sudah melewati ambang batas baku mutu dan terjadi rembesan yang kemudian mencemari lingkungan, yakni aliran sungai air kotok.
“Dari hasil laboratorium dinas lingkungan hidup, kalau masalah air itukan masih ambang batas normal. Hanya ada temuan di kolam rembesan itu melebihi batas maksimum (ambang batas baku mutu.red),” tambah Edi.
Sementara itu, manajer PT BBS, Berton Situmeang, memilih menghindar dan menolak memberikan hak jawab kepada awak media usai hearing.